Kolom
29 Oktober 2010 | 20:13 wib
Mundurnya general manager (GM) atau manajer tim sepak bola di Kota Semarang menjadi fenomena yang sedang marak terjadi. Fakta yang terjadi di lapangan, mulai dari manajer tim usia pembinaan hingga general manager PSIS tidak betah di posisinya sebagai jenderal tim.
Berbagai alasan melatarbelakangi carut marutnya kondisi tersebut. Mulai dari minimnya pendanaan, kurang aktif di tim, hingga tekat untuk mereformasi persepak bolaan di Kota Semarang dan Indonesia.
Baru-baru ini, GM PSIS Novel Al Bakrie yang mengisyaratkan mundur dari kursi GM tim membuat gempar publik sepak bola Ibu Kota Provinsi Jateng. Keputusannya untuk fokus pada Semarang United dan Liga Primer Indonesia (LPI), membuatnya harus melepas PSIS.
Padahal tim kebanggan warga Kota Semarang ini tengah mengikuti Divisi Utama Liga Indonesia yang digelar pertengahan November mendatang. Sikap pengacara itu menimbulkan banyak pertanyaan bagi warga Kota Semarang.
Fenomena Novel itu hanyalah secuil bagian dari serentetan kejadian mundurnya jenderal tim di lingkup Kota Lumpia ini. Di tahun 2010 kejadian seperti Novel marak terjadi. Tengok saja Tim Pengcab U-12 Kota Semarang atau sering disebut Tim Danone 2009. Iwan Anggoro yang memimpin tim sejak 2009 diminta turun dari kursi manajer oleh orang tua pemain.
September lalu, atau sebulan sebelum keberangkatan menuju ke Afsel, akhirnya Ketua Harian Pengcab PSSI Kota Semarang ini digantikan pengusaha Kota Semarang Iriawan.
Nasib lebih tragis dialami tim Pengcab U-16 Kota Semarang yang disiapkan mengikuti Liga Remaja U-16 Piala Menegpora. Sebelum liga dimulai, manajer tim WS Basuki memutuskan untuk mundur dari jabatan manajer tim. Pengcab selaku penanggung jawab bertindak cepat dengan menunjuk Agus Budiarto untuk menggantikan WS Basuki.
Akan tetapi, pilihan tersebut tidak tepat sasaran. Tanpa mau mengungkapkan alasan yang melatarbelakangi, Agus
mundur di pertengahan liga. Padahal saat itu, Mahendra dan kawan-kawan sedang membutuhkan dukungan moril agar dapat lolos dari zona jawa.
Ketua Pengcab Ir Anggoro Mardi Husodo sebagai pengambil keputusan kemudian menunjuk Ketua Bidang Pembinaan Pengcab Rudy Wijaya sebagai manajer tim.
Nasib PSIS Yunior yang disiapkan mengikuti Liga Remaja U-18 Piala Suratin pun setali tiga uang dengan tim-tim lain. Emanuel yang ditunjuk sebagai manajer tim tidak aktif di lapangan. Bahkan, dia tidak pernah menampakkan batang hidungnya baik saat latihan maupun saat para pemain melakukan laga uji coba.
Manajer Empat Tim
Karena tidak ada pilihan lain, Rudy pun kembali menggantikan Emanuel di posisi manajer. Rudy menjadi manajer empat tim, selain Tim U-15 dan tim U-18, dia juga menjadi manajer tim Puslat U-21 Kota Semarang. Beban di pundaknya semakin bertambah karena saat ini juga sedang menjabat sebagai manajer tim klub sepak bola amatir Romeo.
Dia dipaksa menguras otak agar tim-tim yang dipegangnya saat ini sama-sama meraih prestasi terbaik. Meski adanya pergantian manajer tim, tapi tidak memiliki dampak berarti pada kondisi tim. Hal ini dapat dibuktikan dengan prestasi-prestasi yang telah ditorehkan.
Sebut saja tim Pengcab U-12, mereka bertengger di peringkat enam internasional pada gelaran Piala Danone di Afsel 1-5 Oktober lalu. Kemudian Tim U-16 yang sukses mewakili Jateng setelah mengalahkan 413 Bremoro Sukoharjo di partai final Zona Jateng di Stadion Abu Bakrin Magelang 2-1, baru-baru ini.
Kini skuad besutan pelatih Sukijo tengah berlaga di putaran kedua tingkat nasional. PSIS Yunior yang dibesut pelatih Arli Mirhan juga mampu prestasi. Mereka mewakili Jateng di tingkat nasional setelah di final Zona Jawa mengalahkan Persis Solo Yunior dengan skor 3-0.
Tim Puslat U-21 Kota Semarang yang dibentuk ditengah kontroversi, juga tidak miskin prestasi. Tim yang diarsiteki pelatih Unggul Virgollo berhasil menjuaraai kejuaraan di berbagai daerah.
Saat ini tinggal menunggu kiprah para pemain PSIS. Apakah mampu menorehkan prestasi gemilang dengan lolos ke Indonesia Super League (ISL) ?, ataukah akan terseok-seok di kompetisi dan tergedrasasi ke Divisi I ?. Kita tunggu saja.....